Albert Hasibuan lahir di Bandung, Jawa Barat, 25 Maret 1939. Ia menamatkan pendidikan dasar hingga SLTA di Jakarta. Selanjutnya Albert melanjutkan pendidikan ke Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) tamat tahun 1966. Dari sana, Albert menjadi pengacara/advokat. Ia eksponen Angkatan '66 yang turut berjuang mengganyang PKI dan menumbangkan Orde Lama.
Begitu tamat dari FH UKI, ia mengajar di almamaternya, UKI. Tahun 1968, bekas komandan Yon Yani Laskar Ampera Arief Rachman Hakim ini membuka Biro Bantuan Hukum bersama beberapa kawannya. Pada 1971, bersama Adnan Buyung Nasution, ia mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Saat itu, Buyung yang menjadi Ketua, sementara Albert sekretaris. Tapi kemudian, ia mendirikan kantor pengacara sendiri di Jakarta Pusat. Tahun 1972 ia menjadi anggota MPR. Kemudian, pada 1977, ia menjadi anggota DPR dari Fraksi Karya Pembangunan dan terus terpilih hingga empat periode berturut-turut.
Namanya sebagai pengacara/advokat kemudian melambung. Ia juga menangani kasus-kasus yang masuk dalam kategori besar dan kontroversial. Ia pernah menjadi pembela Rewang, tokoh PKI, dan Oei Tjoe Tat, seorang menteri masa Soekarno yang diseret ke pengadilan. Soal itu, Albert berkomentar bahwa warna politik dan latar belakang terdakwa tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak mendampinginya di pengadilan. Siapa pun yang menjadi terdakwa, seorang pengacara dan ahli hukum harus menerapkan praduga tidak bersalah.
Namanya makin melesat ketika menangani kasus Sengkon dan Karta, yang masing-masing dihukum 7 dan 12 tahun penjara karena dituduh membunuh Sulaiman dan istrinya di Desa Bojongsari, Bekasi, 1974. Tuduhan, kemudian, ternyata melenceng. Didampingi oleh Albert, Sengkon dan Karta mengajukan peninjauan kembali perkara (herziening), dan Mahkamah Agung menyetujuinya. Yang disesalkannya, gugatan ganti rugi Sengkon dan Karta kepada (Departemen Kehakiman) ditolak.
Selain itu, Albert juga pernah menjadi kordinator pengacara Pertamina yang bersengketa dengan keluarga Ahmad Tahir, untuk mengembalikan hasil korupsi Tahir. Dalam persidangan yang dilakukan di Singapore itu, Pertamina memenangkan sengketa itu. Memang soal peradilan itu, sempat membuat ia deg-degan. Sampai-sampai malam menjelang diputuskan hasil persidangan itu, Albert tidak bisa tidur.
Sebenarnya, waktu kecil, orang Batak yang lahir di Bandung dan besar di Jakarta ini bercita-cita menjadi penerbang. Tetapi, ibu dan ayahnya menganggap profesi penerbang itu berbahaya. Akhirnya, ia memang beralih ke bidang hukum. Minatnya pada ilmu hukum ini dimulai saat ia duduk di SMA dan ketika mendapatkan pelajaran tata hukum. "Ilmu hukum berhubungan dengan aturan dan yang harus diatur, agar tercipta ketertiban. Ini menarik dipelajari,'' ujar sulung dari tiga bersaudara itu.
Pada 1992, Albert meraih gelar doktor ilmu hukum di Universitas Gadjah Mada. Ia berhasil mempertahankan disertasinya berjudul "Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Periode Tahun 1977-1982" dengan predikat sangat memuaskan. Ia merupakan doktor ke-194 yang dihasilkan UGM pada waktu itu. Setelah itu, kelihatannya, anggota DPR dari FKP itu makin mantap di dunia politik. ''Kita bisa berbuat lebih banyak di bidang politik ketimbang hukum,'' ujar ayah tiga anak yang suka jogging dan tenis ini.
Dan memang, kemudian Albert lebih banyak aktif di politik, ketimbang menjadi pengacara/advokad. Belakangan, ia pun dikenal sebagai salah seorang pembela HAM, terutama setelah diangkat menjadi anggota Komnas HAM. Sikapnya lugas, tetapi penuh kesabaran. Pernyataan-pernyataannya selalu dilandasi dengan kehati-hatian yang tinggi, dan tidak emosional. Meskipun dikritik dan disorot sana-sini -- terutama berkaitan dengan kerja KPP HAM untuk Timtim -- ia tetap bersikap tenang, dan jarang terlihat marah.
Nama : Albert Hasibuan
Lahir : Bandung, Jawa Barat, 25 Maret 1939
Pendidikan : - SD, Jakarta (1952)
- SLP, Jakarta (1955)
- SLA, Jakarta (1958)
- Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta (1966)
Karier : - Dosen Hukum Administrasi Negara UKI (1968-1972)
- Anggota MPR (1972-1977)
- Anggota DPR RI FKP (1977-1998)
- Ketua Departemen Cendekiawan DPP Golkar
- Advokat dan Pengacara (sejak 1973)
- Pemimpin Umum Harian Suara Pembaruan (sejak 1987)
- Ketua Umum PP Persahi (sejak 1986)
- Ketua Umum Lembaga Pelayanan dan Penyuluhan Hukum (LPPH) Golkar
- Wakil Ketua Yayasan Universitas Kristen Indonesia
- Anggota Komnas HAM (1993 - sekarang)
- Ketua Gempita (Gerakan Masyarakat Peduli Harta Negara)
- Ketua KPP HAM
Nama Isteri : Louise Walewangko
Anak : Barahrishna, Vivekananda, dan Miryashanti
Alamat Rumah : Jalan Permata Hijau C II No. 13 Simpruk, Patal Senayan Jakarta Selatan
Alamat Kantor : Komnas HAM, Jalan Latuharhary No.4-B, Jakarta 10310
Telepon 021- 392 5227-30 Fax. 392 5227
E-mail : info@komnas.go.id
DR Albert Hasibuan, SH:
Melindungi Para Jenderal dari Jerat Peradilan Internasional
Barangkali orang yang paling sibuk di Komnas HAM kini adalah DR Albert Hasibuan. Bukan saja karena ia anggota Komnas HAM, tetapi yang lebih membuatnya harus kerja keras adalah posisinya sebagai Ketua Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM (KPP HAM) untuk Timor Timur -- komisi yang dibentuk Komnas HAM untuk mengusut masalah pelanggaran HAM di Timor Timur pra dan paska jajak pendapat.
Memang, lembaga yang dimotori Albert itu kini sedang banyak disorot publik. Bukan saja karena anggotanya adalah orang-orang yang punya kapasitas dan integritas tinggi dalam penegakan HAM di tanah air, namun yang lebih membuat lembaga ini punya gigi adalah keberaniannya memanggil sejumlah petinggi militer di negeri ini, termasuk mantan Panglima TNI Jenderal Wiranto dalam kaitan dengan pelanggaran HAM di Timor Timur.
Dan Albert, sang ketua KPP HAM harus bekerja ekstra bersama kawan-kawannya. Terkadang pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang diduga punya kaitan dengan pelanggaran HAM di Timor-Timur ini berlangsung hingga larut malam. Belum lagi tugasnya menepis sejumlah tudingan dari pihak-pihak yang kurang sepakat dengan tindakan dan kerja KPP HAM itu.
Memang tidak jarang KPP HAM mendapat protes. Misalnya, ketika KPP HAM mengumumkan nama-nama orang yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran HAM di Timor-Timur, beberapa pihak, termasuk TNI, ada yang menunjukkan rasa tidak senang. Mereka menganggap KPP HAM terlalu cepat mengumumkan temuannya tanpa didukung bukti-bukti yang lengkap.
Mantan Panglima TNI Wiranto yang kini Menteri Kordinator bidang Politik dan Keamanan dengan keras menanggapi pernyataan KPP HAM tentang keterlibatan sejumlah petinggi militer dalam pelanggaran HAM di Timor-Timur, termasuk dirinya. "Pernyataan KPP HAM itu sudah berlebihan. Bahkan sudah melebihi proses peradilan. Adanya tuduhan pelanggaran HAM itu hendaknya dikonfirmasi. Jangan dilempar begitu saja," kata Wiranto sengit.
Panglima Kostrad Djadja Suparman juga ikut mengecam KPP HAM yang memanggil para jenderal itu. Ia kuatir berita mengenai pemanggilan sejumlah jenderal ke DPR dan KPP HAM akan membuat para prajurit sakit hati dan bersikap membabi buta. "Kalau itu terjadi kasihan rakyat yang tidak bersalah. Padahal, yang salah itu hanya segelintir orang yang selalu membuat statemen dan memojokkan TNI," ujarnya suatu kali.
Toh, Albert Hasibuan sebagai Ketua KPP HAM sabar menjawab segala tudingan itu. Ia menganggap sebuah kewajaran kalau orang-orang yang terkait dengan pelanggaran HAM di Timor Timur itu merasa terganggu. "Yang penting kami melakukan kerja dengan asas praduga tak bersalah," ujar Albert. Ia menambahkan bahwa pernyataan KPP HAM mengenai hasil penyelidikan lembaga itu ke Timtim dilakukan karena kasus itu mendapat perhatian masyarakat yang sangat besar. "Jadi KPP HAM melakukan itu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat," jelas ahli hukum tata negara ini.
KPP HAM dibentuk tanggal 22 September 1999. Meski kemudian dikritik, tapi pembentukan lembaga ini sangat mulia: untuk melindungi para jenderal dari jerat peradilan internasional. "Presiden Gus Dur dan Panglima TNI Laksamana Widodo AS sepakat, KPP HAM justru dipakai untuk melindungi kepentingan nasional RI. Bangsa Indonesia tidak ingin sebagai salah satu institusi negara dipermalukan di luar negeri," kata Albert suatu kali.
Sumber : www.tempo.co.id/harian/profil/prof-albert.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar